Kolaborasi SMPIT HQBS-Dosen ULM, Kelola Air Bersih Pondok Pesantren, Tingkatkan Kualitas Hidup Santri

Dosen FMIPA ULM saat melakukan instalasi air bersih dengan teknologi single flow absorpsi ultrafiltrasi di Pondok Pesantren didampingi mahasiswa dan juga tim. (Foto: FMIPA ULM)

Parlemenesia – Pondok pesantren SMPIT HQBS Putra, Banjarbaru, mengukir sejarah baru dalam upaya memberdayakan masyarakat dengan teknologi pengolahan air bersih. Program ini tidak hanya berfokus pada peningkatan kualitas air minum bagi santri dan pengurus, tetapi juga mencakup pemberdayaan ekonomi pesantren dan masyarakat sekitar melalui pemanfaatan sumber daya alam yang ada.

Program ini merupakan bagian dari implementasi pemberdayaan berbasis masyarakat dengan dukungan penuh dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Lambung Mangkurat (ULM).

Read More

Program ini bertujuan untuk memberdayakan pesantren melalui transfer teknologi, yang memungkinkan pengelolaan air bersih dengan standar tinggi, sekaligus meningkatkan kemandirian ekonomi pondok pesantren. Dengan jumlah 326 santri dan pengurus, SMPIT HQBS sebelumnya mengalami kendala serius dalam pemenuhan air minum, yang diatasi melalui pembelian air galon dengan biaya lebih dari Rp22 juta per bulan.

Dodon Turianto Nugrahadi, dosen FMIPA ULM yang memimpin program ini, menjelaskan bahwa tujuan dari pelaksanaan program ini adalah untuk memberdayakan pondok pesantren dalam pengelolaan sumber daya alam, khususnya air bersih.

“Kita tidak hanya memperbaiki akses terhadap air bersih, tetapi juga membekali santri dengan keterampilan teknologi dan manajemen yang akan mendukung keberlanjutan ekonomi pesantren. Program ini adalah salah satu upaya konkret untuk membangun kemandirian berbasis masyarakat,” jelas Dodon.

Program ini juga merupakan bagian dari implementasi Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang diinisiasi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Melalui kegiatan ini, mahasiswa ULM berkesempatan untuk terjun langsung ke masyarakat, mengaplikasikan ilmu yang mereka pelajari di kampus.

Program ini sejalan dengan Indikator Kinerja Utama (IKU) 2, yang mendorong kegiatan mahasiswa di luar kampus, serta IKU 5, yang mengharuskan penelitian dosen dan pengabdian kepada masyarakat diterapkan secara nyata.

Sementara itu, Dr Gunawan, dosen FMIPA ULM yang juga berperan aktif dalam program ini, menambahkan bahwa program ini memberikan pengalaman unik bagi mahasiswa dalam pengabdian kepada masyarakat.

“Mahasiswa tidak hanya belajar teknologi pengolahan air, tetapi juga terlibat dalam pendampingan masyarakat, pelatihan kewirausahaan, dan pengelolaan usaha berbasis produk air bersih. Program ini memberikan mereka nilai tambah yang relevan dengan tuntutan dunia kerja dan industri,” ujar Dr Gunawan.

Pondok SMPIT HQBS, yang berada di tanah podsolik merah-kuning dengan air yang cenderung asam dan keruh, sangat memerlukan solusi inovatif untuk mengatasi masalah ini. Melalui teknologi single flow absorpsi ultrafiltrasi yang diterapkan oleh tim FMIPA ULM, air sumur bor yang sebelumnya tidak layak konsumsi kini diolah menjadi air bersih yang sesuai standar kesehatan. Teknologi ini juga dapat menekan biaya operasional pesantren hingga 80 persen, praktis bisa mengurangi biaya air galon per bulan.

“Pengolahan air yang kami terapkan menggunakan sistem filtrasi canggih tanpa bahan kimia berbahaya. Ini tidak hanya memastikan air yang aman bagi kesehatan, tetapi juga ramah lingkungan. Kami berharap ini menjadi contoh pemberdayaan yang bisa diterapkan di pesantren lain di wilayah Kalimantan Selatan,” jelas Dr Totok Wianto, pakar teknologi pengolahan air dari FMIPA ULM.

Kepedulian dosen FMIPA ULM terhadap kemandirian pesantren dan masyarakat tercermin dalam kolaborasi yang dilakukan dengan SMPIT HQBS. Program ini tidak hanya berfokus pada penyediaan air bersih, tetapi juga memberdayakan santri dan pengurus dalam menjalankan usaha berbasis produk air. Santri dilatih dalam pengelolaan teknologi, kewirausahaan, dan manajemen usaha. Program transfer teknologi yang diterapkan di SMPIT HQBS melibatkan metode Participatory Action Learning System (PALS), di mana santri tidak hanya menjadi penerima manfaat, tetapi juga turut serta dalam proses pengolahan air dan pemeliharaan perangkat teknologi.

“Melalui pendekatan PALS, kami melibatkan santri secara aktif dalam setiap tahapan kegiatan, dari desain teknologi hingga pemeliharaan perangkat. Dengan begini, mereka tidak hanya mendapatkan air bersih, tetapi juga keterampilan yang bisa menjadi bekal di masa depan,” tambah Dodon.

Dengan adanya usaha jasa layanan air minum berbasis pesantren ini, SMPIT HQBS dapat memberikan manfaat tidak hanya bagi santri dan pengurus pondok, tetapi juga bagi masyarakat sekitar. Air bersih yang dihasilkan melalui teknologi ultrafiltrasi ini dapat disalurkan ke masyarakat yang membutuhkan. Program ini diharapkan dapat menjadi model pemberdayaan berbasis masyarakat yang mampu menjawab tantangan air bersih di wilayah-wilayah yang memiliki kondisi tanah yang sulit, seperti di Kalimantan Selatan.

“Dampak dari program ini sangat besar. Selain meningkatkan kualitas kesehatan, program ini juga memperkuat perekonomian lokal dengan adanya usaha mandiri berbasis air bersih. Kami berharap program ini menjadi inspirasi bagi inisiatif serupa di tempat lain,” tutupnya. (*)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *